Pages

Subscribe:

Minggu, 23 September 2012

Dahsyat, Pribumi Itu Saksi Mata Letusan Krakatau 1883

1348305086949927971

13483049632137785262

Dahsyat, Pribumi Itu Saksi Mata Letusan Krakatau 1883
Oleh Yurnaldi Panduko Rajo
Orang yang mati ketika itu,
Terlalu banyak bukan suatu,
Ada terselit di pohon kayu,
Ada yang pipih dihimpit perahu.
Datanglah gelombang yang besar sekali,
Bertaburlah umat di sana sini,
Ada yang hilang anak dan bini,
Mana yang sampai ajal pun mati.
Hamba mendengar demikian peri,
Rahmat juga di dalamnya negeri,
Tiada seperti Pulau Sebesi,
Orangnya tidak kelihatan lagi.
Pulau Sebuku dikata orang,
Ada seribu lebih dan kurang,
Orangnya habis nyatalah terang,
Tiadalah hidup barang seorang.
Itulah kutipan empat bait dari 375 bait Syair Lampung Karam, yang ditorehkan Muhammad Saleh, seorang saksi mata meletusnya Gunung Krakatau Tahun 1883. Menurut Suryadi, peneliti di Jurusan Asia Tenggara dan Oseania Universiteit Leiden, Belanda, bait-bait Syair Lampung Karam itu ia temukan tahun 2008 secara terpisah di 6 negara, setelah 125 tahun pascabencana dahsyat itu.
Muhammad Saleh yang mengaku mengalami dan menyaksikan sendiri peristiwa bencana alam yang paling dahsyat dalam sejarah bumi itu, menuliskan catatannya dalam bahasa Melayu dan memakai aksara Arab-Melayu (Jawi) di Singapura, kurang lebih tiga bulan setelah letusan Krakatau terjadi.
Muhammad Saleh dalam Syair Lampung Karam dengan sangat menyentuh hati mengisahkan bencana alam dan kemanusiaan yang ditimbulkan oleh letusan dahsyat Krakatau 1883.
Menurut Suryadi yang juga meneliti seribu lebih tulisan ilmiah mengenai Krakatau, Syair Lampung Karam yang ditulis Muhammad Saleh luput dari kutipan dan bacaab para penulis multinasional yang telah menulis lebih dari 1000 tulisan ilmiah mengenai Krakatau.
Oleh Suryadi, naskah Syair Lampung Karam itu ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia, sehingga Syair Lampung Karam itu layak dan sangat perlu Anda baca. Sebagai naskah kuno dan ditulis pribumi lagi, naskah yang sudah diterbitkan dalam buku bertajuk Syair Lampung Karam: Sebuah Dokumen Pribumi tentang Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 perlu Anda miliki.
Majalah Gatra telah menuliskan dalam delapan halaman tentang buku tersebut. Sedangkan majalah Tempo menuliskan sepajang dua halaman. Harian Kompasmenuliskan resensi buku tersebut sepanjang setengah halaman.
Dalam buku Syair Lampung Karam: Sebuah Dokumen Pribumi tentang Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 itu, Muhammad Saleh secara dramatis menggambarkan letusan Krakatau dan bencana yang terjadi menyusul letusan itu. Ia menceritakan kehancuran banyak desa dan kematian ribuan manusia dengan kerugian harta benda yang besar sekali.
Banyak daerah seperti Bumi, Ketimbang, Talang, Kupang, Lampasing, Umbul Batu, Benawang, Badak, Limau, Lutung, Gunung Basa, Gunung Sari, Minanga, Tanjung, Kampung Teba, Kampung Menengah, Kuala, Rajabasa, Tanjung Karang, juga Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, dan Pulau Merak tenggelam dilanda tsunami yang disertai hujan batu dan hujan abu yang tebal sekali.
Pengarang, Muhammad Saleh, juga menggambarkan betapa dalam bencana seperti itu ada juga orang yang mengambil keuntungan di atas kemalangan orang lain: mereka mencuri barang-barang milik orang lain. Namun dalam keadaan seperti itu solidaritas dan rasa kebersamaan juga menguat.
Pengarang mencoba menggambarkan sifat baik dan jahat manusia yang malah sering muncul kasat mata ketika manusia itu sendiri berada dalam bencana. Ceritanya kurang lebih analog dengan kisah zaman sekarang di mana orang-orang yang berkuasa dan cerdik justru menyelewengkan bahan makanan atau uang bantuan korban gempa.
Kesan pengarang kepada para pejabat kolonial Hindia Belanda cukup baik, walaupun ia seorang muslim. Muhammad Saleh dalam Syair Lampung Karam melakukan refleksi bahwa bencana ini adalah peringatan Allah SWT kepada umatnya; justru dengan adanya bencana itu, manusia semestinya lebih mendekatkan diri kepada Khaliknya.
Yang ekslusif dalam buku Syair Lampung Karam: Sebuah Dokumen Pribumi tentang Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 ini adalah, foto-foto eksklusif yang mungkin belum pernah Anda temui di buku-buku lain yang ditulis orang asing. Suryadi mengemas foto-foto tersebut dalam bab tersendiri berjudul “Krakatau Masa Lalu dalam Album Kenangan”.


0 Komentar:

SIlahkan Berkomentar dan Mematuhi Aturan-aturan Disini
* Silahkan Anda Komentar Sesuai Artikel Di Atas

* Gunakan Bahasa Yg Sopan, Baik, dan Tertib

* Jangan Menebar SPAM, FLOOD, FLAMING

* Hindari Dari Duplikat Komentar

* Dilarang memakai Kata-kata Kotor, Kasar